Baca semua artikel tentang coronavirus (COVID-19) di sini.
“Vaksin COVID-19 mengandung chip yang dapat melacak orang yang telah divaksinasi”, “vaksin sinovac memiliki efek samping berbahaya,” dan sederet hoaks lain tentang vaksin banyak beredar di media sosial. Berita-berita bohong ini bisa menimbulkan ketakutan dan kecemasan berlebih yang dapat menimbulkan efek psikosomatik atau efek samping palsu dari vaksinasi COVID-19 yang sebetulnya tidak ada.
Jutaan orang di seluruh dunia berharap mendapatkan vaksinasi COVID-19 secepatnya. Tapi pada saat bersamaan, banyak juga orang yang menolak divaksin. Mereka yang menolak ini tidak semuanya kelompok anti-vaksin. Sebagian dari mereka sekadar takut karena terpapar informasi-informasi keliru yang beredar luas di media sosial maupun dari mulut ke mulut. Mereka ragu akan keamanan dan efek samping vaksin, mengingat vaksin COVID-19 dibuat dengan pembuatannya yang luar biasa cepat.
Gejala psikosomatik dan pentingnya terbebas dari hoaks sebelum vaksinasi COVID-19
Mengingat penyebaran kasus COVID-19 yang tidak terkendali, pemerintah Indonesia memilih vaksinasi sebagai upaya pengendalian pandemi COVID-19 di Indonesia. Semua warga negara Indonesia yang termasuk dalam 70% target tidak boleh menolak untuk divaksinasi.
Setelah saya mengunggah video saya menjalani vaksinasi COVID-19, ternyata banyak di antara teman dan followers yang menyatakan ketakutannya. Beberapa merasa bingung apakah dirinya yang memiliki penyakit tertentu boleh disuntik vaksin atau tidak. Tapi ada juga yang sejak awal memutuskan menolak karena merasa tidak percaya vaksin.
Padahal, vaksin yang digunakan telah melalui uji klinis pada ribuan orang dan telah dijamin keamanannya oleh para ahli di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Vaksin itu aman, bahkan bagi mereka yang memiliki penyakit penyerta hipertensi dan diabetes asalkan penyakit tersebut dalam kondisi terkontrol. Mereka yang tidak dapat divaksin adalah mereka yang memiliki penyakit autoimun atau penyakit penyerta lain yang dalam kondisi tidak terkontrol.
Kekurangan informasi dan seringnya terpapar kabar negatif atau hoaks bisa menimbulkan gejala-gejala sebetulnya bukan hasil dari reaksi terhadap vaksin. Kecemasan berlebih bisa menimbulkan efek samping yang tidak seharusnya setelah mendapatkan vaksinasi, misalnya lemas, sakit kepala, sakit perut, dan hal-hal lain. Kondisi itu bisa timbul karena rasa saking takutnya setelah vaksinasi.
Pikiran ketakutan luar biasa bisa membuat efek samping ringan jadi seolah-olah berat. Ini adalah aspek psikosomatik yang perlu diperhatikan.
Apa itu psikosomatik?
Psikosomatis atau yang disebut juga dengan psikosomatik adalah istilah yang mengacu pada keluhan gejala fisik yang muncul akibat pikiran dan emosi yang dirasakan seseorang.
Masih ingat banyak keluhan psikosomatik pada awal-awal masa pandemi? Banyak orang ketakutan karena dibombardir informasi tentang gejala COVID-19, lalu saking cemasnya membuat mereka merasa sakit tenggorokan, merasa demam, atau gejala COVID-19 padahal tidak terinfeksi.
Salah satu yang membuat reaksi itu muncul adalah kecemasan karena dipicu oleh informasi negatif terus menerus. Amygdala atau pusat rasa cemas sekaligus memori kita jadi terlalu aktif bekerja. Hal ini kemudian membuatnya tidak sanggup mengatasi kerja berat tersebut.
Amygdala yang bekerja berlebihan ini juga mengaktifkan sistem saraf otonom secara eksesif membuat seseorang dalam keadaan siaga terus-menerus. Ketidakseimbangan inilah yang membuat gejala psikosomatik muncul sebagai bentuk reaksi untuk selalu siap siaga menghadapi ancaman.
Kasus gejala psikosomatik banyak sekali terjadi di klinik. Menurut Bradford Somatic Inventory, ada setidaknya 40 gejala psikosomatik. Jadi bisa saja orang yang disuntik vaksin COVID-19 mengalami gejala psikosomatik karena sangat cemas.
1,012,350
820,356
28,468
Saking banyaknya mengonsumsi berita negatif atau hoaks terkait vaksin, membuatnya cemas dan menimbulkan gejala psikosomatik setelah disuntik, padahal gejala itu bukan reaksi dari vaksin.
Saya menyarankan agar vaksinasi COVID-19 didahulukan kepada orang yang benar-benar bersedia disuntik, sambil terus memberikan edukasi pada mereka yang masih ragu dan takut.
Hal ini agar after effect vaksin bisa diteliti lebih baik dan tidak tercampur dengan gejala-gejala psikosomatik yang sebetulnya tidak didasarkan pada kelainan organ, tapi karena aktivitas saraf otonom yang berlebihan.
Kalau tidak dianggap serius, maka efek psikosomatik yang timbul setelah vaksinasi COVID-19 bisa membuat banyak orang mengeluh. Akan banyak yang bicara di media sosial mengenai efek samping yang mereka rasakan dan membuat lebih banyak lagi orang yang takut divaksin.
Apalagi jika yang bicara adalah tokoh publik atau selebriti media sosial yang memiliki banyak followers.
The post Hoaks tentang Vaksinasi COVID-19 bisa Sebabkan Efek Psikosomatik appeared first on Hello Sehat.