Setelah menikah, saya dan suami berharap bisa segera dikaruniai momongan. Tak ada rencana untuk menunda sama sekali. Memiliki anak dan membangun keluarga yang hangat adalah impian kami sejak awal. Tapi, setelah tiga tahun pernikahan kami menyadari bahwa impian tersebut akan sulit terwujud. Program kehamilan normal tak bisa kami jalani sebagaimana pasangan lainnya. Kami terpaksa mengikuti program bayi tabung.
Jatuh bangun program bayi tabung (IVF)
Untuk bisa hamil secara normal, dibutuhkan kondisi kesehatan yang baik dari masing-masing pasangan. Namun dalam keluarga kami, hal tersebut tak dapat terjadi. Suami saya memiliki kondisi azoospermia, jumlah sperma dalam air maninya terlampau sedikit atau bahkan tak ada sama sekali alias kosong. Kondisi ini menyebabkan sulitnya terjadi pembuahan pada sel telur secara normal di dalam rahim.
Setelah berkonsultasi, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk mencoba program bayi tabung. Kami merasa bahwa ini merupakan alternatif terbaik demi mewujudkan keluarga yang kami harapkan.
Proses pembuahan dalam program bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) ini terjadi di luar tubuh. Setelah terbentuk embrio, baru kemudian embrio tersebut dikembalikan ke dalam rahim. Meski terdengar sederhana, tapi sebetulnya proses program bayi tabung harus melalui rangkaian yang panjang dengan tingkat keberhasilan 40 persen.
Saya dan suami memilih melakukan program bayi tabung untuk pertama kalinya ini di RSIA Family Pluit. Untuk satu paket program, kami mesti mengeluarkan uang sebesar Rp 50-70 juta. Biaya tersebut di luar biasa konsultasi dokter setiap kali kontrol sebesar Rp 1 juta.
Upaya pertama kami memperoleh buah hati melalui program ini gagal. Kehamilan yang saya alami ternyata kehamilan kosong alias blighted ovum (BO). Embrio tersebut tak berkembang dalam rahim saya. Saya kemudian harus melakukan kuretase (kuret kehamilan) untuk membersihkan sisa-sisa jaringan dan kantung hamil dalam rahim saya.
Saya mencoba berlapang dada menerima kenyataan ini. Mengingat tingkat kesuksesan program ini maka saya mewajarkan percobaan pertama kami yang gagal. Tapi kami tidak menyerah bergitu saka. Setelah mempersiapkan kembali fisik dan mental, saya dan suami siap menjalani IVF kedua.
Kegagalan IVF kedua, ketiga, dan keempat
Program IVF kedua saya jalani dengan penuh semangat. Saya tak pernah telat melakukan suntik hormon sesuai jadwal. Saya dianjurkan untuk menyuntikkan semacam obat program bayi tabun untuk menstimulasi ovarium dan menyuntikkan hormon untuk mematangkan sel telur dalam ovarium.
Dokter selalu memantau perkembangan kapan sel telur saya cukup besar dan matang untuk diambil kemudian dibuahi oleh tabungan sperma suami saya.
Ketika tiba waktunya pengambilan sel telur, saya malah terkena cacar. Kondisi tersebut membuat program kedua bayi tabung kami gagal. Bahkan sebelum pembuahan dilakukan.
Pada program ketiga, ada 5 sel telur yang berhasil dibuahi dan tumbuh menjadi embrio. Saya meminta dokter untuk memasukkan 3 embrio sekaligus ke dalam rahim saya. Sementara 2 embrio lainnya kami minta untuk disimpan dan dibekukan.
Tapi lagi-lagi kegagalan yang kami terima. Embrio tersebut kembali gagal berkembang dalam rahim saya.
Tiga kali menghadapi kegagalan membuat kami hampir putus asa. Saya mulai mempertanyakan dosa apa yang pernah saya perbuat sampai Tuhan belum juga mendengar doa kami.
Meski diliputi duka dan kecewa, saya mencoba untuk kembali bangkit. Kami kembali melanjutkan program bayi tabung untuk keempat kalinya. Saya meminta dokter menyuntikkan dua embrio yang sebelumnya dibekukan dan disimpan pada program sebelumnya.
Tak menunggu lama, program bayi tabung yang keempat ini pun gagal. Embrio tersebut sama sekali tak menempel di rahim saya. Dokter menduga hal tersebut disebabkan kondisi stres yang saya alami.
Pada masa itu, suami saya sering dinas ke luar negeri. Sementara saya amat merasa membutuhkannya. Saya menyadari, kehadiran dan dukungan dari pasangan itu sangatlah penting dalam program kehamilan termasuk program bayi tabung ini.
Tak banyak harapan tersisa dalam hati saya. Berulang kali percobaan yang telah dilakukan hanya berbuah kecewa. Saya hampir putus asa.
Berbekal harap yang setipis helai kapas, saya kembali menjalani program bayi tabung untuk kali kelima. Ini adalah kesempatan terakhir kami menjalani IVF karena risikonya akan semakin tinggi jika percobaan kali ini kembali gagal.
Tak ada lagi semangat menggebu seperti saat pertama. Saya dan suami memilih untuk lebih berserah setelah menumpahkan semua harapan pada doa dan usaha.
Efek samping program bayi tabung
Pada program kelima, ada 11 sel telur yang berhasil dibuahi. Saya meminta untuk memasukkan 3 embrio tersebut ke dalam rahim saya dan membekukan sisanya.
Setelah embrio tersebut pindah ke rahim saya, saya kemudian harus dirawat di rumah sakit selama lima hari agar dapat beristirahat total. Namun tak ada rangsangan embrio sama sekali yang saya rasakan. Kondisi itu berbeda dengan pasien program bayi tabung lain yang mengalami mual dan muntah-muntah. Saya merasa nyaman seperti biasa saja.
Hal tersebut membuat saya waswas. Apakah embrio tersebut tak bisa berkembang dalam rahim saya seperti kasus sebelumnya? Apa embrionya tidak menempel? Apakah program ini akan kembali gagal? Apakah saya tak akan bisa memiliki kesempatan untuk memiliki anak?
Saya cemas. Semua pikiran negatif memenuhi kepala saya.
Namun, sepulang dari rumah sakit perut saya mulai membesar. Ukurannya seperti kehamilan usia trimester ketiga. Saya merasa amat sesak, kembung, dan tidak merasa nyaman sama sekali menjalani berbagai aktivitas.
Dokter berkata bahwa kondisi yang saya alami adalah sindrom siperstimulasi ovarium (ovarian hyperstimulate syndrome/OHSS). Saya mengalami komplikasi akibat suntik rangsangan hormon yang saya lakukan. Ovarium saya, menurut dokter, menghasilkan sel telur lebih banyak dari kondisi normal. Sebelum sel telur itu luruh semua, embrio bayi tabung masuk ke dalam rahim saya.
Saya cuma bisa tiduran setengah duduk hampir sepanjang waktu. Jika saya rebahan, maka cairan di dalam perut bisa masuk paru-paru. Hal tersebut harus saya lakukan selama dua minggu.
Menjalani 2WW (two weeks waiting) tersebut membuat saya menangis terus menerus karena menahan rasa sakit. Namun semua ini harus saya jalani demi menunggu dan memastikan perkembangan embrio dalam rahim saya.
Kadang kala sakit yang teramat saya rasakan membuat saya berpikiran untuk mengempiskan perut ini dan menyerah menjalani program bayi tabung. Tapi pikiran itu segera saya buang.
Perawat yang mengunjungi saya berkata bahwa kondisi OHSS ini langka dan merupakan tanda-tanda keberhasilan program bayi tabung. Hal tersebut meningkatkan kadar harapan dalam hati yang sebelumnya sudah jatuh terpuruk. Saya kembali bersemangat menjalani program ini.
Meski perut terasa begah, saya memaksakan diri untuk tetap makan demi menjamin asupan nutrisi. Rasa sakit dan nyeri yang timbul terkalahkan oleh perasaan bahagia dalam hati. Saya ikhlas menjalani semua ini asalkan impian memiliki buah hati dapat terwujud.
Penantian selama dua pekan itu berakhir di hari Senin. Dua hari sebelumnya saya ingin mengecek sendiri menggunakan test pack apakah kesempatan terakhir kami ini akan berhasil atau tidak. Tapi rasa takut membuat saya tak berani melihat hasilnya, saya tak lagi mau patah hati.
Alhasil suami saya lah yang melihat hasilnya. “Sayaaaang, kita berhasil. Subhanallah,” teriaknya saat itu. Saya sangat terkejut. Kami langsung berpelukan dan menangis, mensyukuri semua kerja keras yang kami jalani selama ini. Para perawat yang sedang datang menjenguk pun ikut menanggis karena terharu. Mereka semua adalah teman yang sungguh membantu menguatkan saya di program bayi tabung ini.
Quadruplet, kehamilan kembar 4
Saya sangat bersyukur pada Tuhan karena akhirnya semua ikhtiar saya dan suami membuahkan hasil. Tiga embrio yang dimasukkan ke dalam rahim Ayu berkembang dengan baik dan sehat.
Saat usia kehamilan 5 minggu saya baru mengetahui ternyata satu kantung kehamilan berisi dua janin. Jadi ada 4 bayi dengan 2 bayi kembar identik dalam rahim saya.
Kehamilan kembar empat termasuk dalam kehamilan dengan risiko tinggi, oleh karena itu saya harus periksa lebih rutin daripada kehamilan lain pada umumnya.
Bayi yang ditunggu-tunggu kehadirannya setelah perjalanan panjang perjuangan IVF akhirnya lahir dengan selamat pada 27 April 2020.
Dua bayi perempuan bernama Carissa dan Issaura, serta dua bayi laki-laki bernama Gavin dan Urfan. Setelah menginap di NICU selama 1 bulan karena lahir dengan berat badan rendah, quadruplet ini sekarang sudah pulang dan tumbuh sehat. Sungguh pengalaman program bayi tabung yang berharga.
Ayu Ningtyas bercerita untuk pembaca Hello Sehat.
The post Pengalaman 4 Kali Gagal Program Bayi Tabung, Kini Kami Dianugerahi 4 Bayi Kembar appeared first on Hello Sehat.