Familiar dengan kata-kata mutiara “money can’t buy happiness” alias kebahagiaan tidak dapat dibeli dengan uang? Tak dapat dipungkiri, uang bisa menjamin Anda hidup sejahtera. Tidak heran banyak orang rela melakukan apa saja demi punya banyak uang hingga jadi gila harta.
Uang memang bisa menjamin Anda mendapatkan akses yang mudah dan cepat ke berbagai fasilitas pelayanan kesehatan terbaik. Namun, bila sampai gila harta, perlulah hati-hati. Pola pikir seperti ini dikenal dengan istilah money-oriented alias “sedikit-sedikit duit”.
Apa yang membuat seseorang punya pola pikir money-oriented?
Uang membantu Anda mendapatkan hal-hal yang didambakan atau Anda butuhkan. Contoh sederhananya adalah makanan. Anda bisa membeli makanan apa pun yang Anda mau jika punya cukup uang. Setelahnya, Anda merasa bahagia karena bisa makan enak.
Hal tersebut dikarenakan otak membaca tindakan “makan enak” sebagai suatu pencapaian yang membawa kepuasan diri. Sebagai respons, otak kemudian bereaksi dengan meningkatkan produksi hormon dopamin yang membuat Anda merasa senang dan gembira.
Begitu otak menerima informasi seputar makanan tersebut sebagai suatu kepuasan, otak akan terus memerintahkan Anda untuk memenuhi kebutuhan Anda akan makan.
Kembali lagi, Anda bisa makan kalau punya uang. Dorongan pemenuhan kebutuhan ini membuat Anda harus putar otak guna bisa mendapatkan uang untuk makan lagi.
Pola pikir money-oriented pacu Anda giat bekerja
Prinsip money-oriented bisa memacu Anda lebih giat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mendasar. Bahkan bagi orang-orang yang sudah sangat berkecukupan sekalipun, kebutuhan bertahan hidup tetap bisa mendorong mereka untuk mencari uang lebih banyak lagi.
Pola pikir ini bisa juga dipengaruhi oleh pengalaman buruk terdahulu, seperti kemiskinan atau kebangkrutan. Trauma masa lalu mendorong seseorang semakin terpacu untuk bekerja lebih keras untuk mendapatkan kekayaan agar tidak hidup susah seperti yang lalu-lalu.
Semakin banyak uang yang dapat Anda peroleh, semakin besar peluang Anda meraih kesuksesan dalam hidup untuk terus mendapatkan uang.
Meski demikian, perlu diingat bahwa segala sesuatu yang berlebihan justru akan berbalik merugikan Anda.
Orang yang money-oriented lebih individualis dan kompetitif
Prinsip hidup dan pola pikir yang Anda pegang teguh sedikit banyak dapat mencerminkan karakteristik serta kepribadian Anda.
Memiliki pola pikir apa-apa harus menghasilkan duit dapat menciptakan keinginan diri untuk tidak bergantung pada siapa pun serta keinginan agar tidak ada orang yang menggantungkan hidup padanya. Teori ini pun diperkuat oleh sejumlah penelitian ilmiah.
Sebuah penelitian mengemukakan bahwa ketika orang-orang yang money-oriented dihadapkan pada tantangan sulit, mereka cenderung akan lebih gigih berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri sebelum meminta bantuan orang lain yang lebih ahli atau berwenang.
Salah satu faktor yang mungkin ikut andil dalam prinsip individualis ini adalah takut merugi. Pasalnya, hal-hal seperti meminta bantuan ahli butuh biaya yang tidak sedikit.
Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa orang-orang yang berprinsip money-oriented cenderung mencari jenis hiburan yang bersifat individualis daripada yang harus melibatkan banyak orang. Lagi-lagi karena ujung-ujungnya duit. Semain banyak orang yang diajak “nongkrong”, semakin besar pula pengeluaran.
Money-oriented bisa bikin Anda gila harta
Pola pikir money-oriented sangat rentan membuat hidup Anda jadi soal uang melulu. Apa pun yang Anda lakukan atau pikirkan sehari-hari harus bisa menghasilkan uang demi bertahan hidup.
Hal inilah yang kerap menyebabkan kebanyakan orang dengan pola pikir serba duit alias money-oriented malah berubah menjadi gila harta dan bekerja berlebihan agar punya banyak uang.
Lama kelamaan, tuntutan hidup akan berdampak buruk bagi psikologis dan kesehatan Anda. Memaksakan kerja lembur terus-terusan sebagai bentuk mencari lebih banyak uang dapat menyebabkan stres berat yang berujung pada insomnia kronis.
Lembur juga berisiko terjadinya penyakit jantung. Selain itu, bekerja lebih dari 50 jam per minggu dapat meregangkan hubungan Anda dengan keluarga serta kerabat dekat. Pada akhirnya, Anda malah jadi tidak bahagia.
Hal ini pun malah jadi menciptakan lingkaran setan yang menjebak. Ketika Anda tidak merasa bahagia dengan harta yang Anda miliki saat ini, Anda cenderung merasa stres dan memilih bekerja lebih keras lagi untuk mendapat lebih banyak.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa saat ngotot mencoba bahagia, Anda justru rentan tidak merasa puas diri dan hingga kena depresi karena Anda terfokus untuk terus memforsir diri demi mendapatkan uang.
Beberapa orang mungkin sampai mau menghalalkan berbagai macam cara untuk meraihnya. Menyuap atau disuap, memeras, hingga tindak korupsi adalah beberapa budaya buruk yang lahir dari pola pikir money-oriented yang menyimpang.
Bahagia itu sederhana
Terlalu ngotot untuk memiliki kebahagiaan justru bisa mengacaukan kondisi kejiwaan Anda. Ingat, semakin keras Anda mencoba bahagia, Anda justru akan semakin merasa tidak puas dan akhirnya jadi dilanda kekecewaan dengan apa yang sudah Anda raih.
Cara terbaik untuk menyingkirkan perasaan negatif secepat mungkin bukanlah dengan memaksa bahagia, tapi dengan ikhlas menerima segala emosi dan perasaan yang muncul.
Oleh karena itu, berhentilah sejenak untuk selalu mensyukuri apa yang Anda miliki saat ini. Tidak perlulah jadi terbutakan oleh nafsu duniawi seperti uang sampai-sampai gila harta.
The post Dampak Menjadi Gila Harta pada Kondisi Kejiwaan Anda appeared first on Hello Sehat.