Rekomendasi Obat Pereda Gejala Usus Buntu, dan Antibiotiknya untuk Cegah Risiko Infeksi

3 min read

Usus buntu adalah kantong kecil yang menyambung dengan usus besar, posisinya ada di sisi kanan bawah perut Anda. Kadang usus buntu bisa meradang ketika tersumbat dan terinfeksi bakteri. Kondisi ini disebut dengan radang usus buntu alias appendisitis. Jika tidak segera diobati, usus buntu yang terinfeksi bisa pecah sewaktu-waktu. Saat pecah, usus buntu bisa menyebarkan bakteri ke seluruh perut dan bisa fatal akibatnya. Nah katanya, ada obat dan antibiotik tertentu yang bisa menyembuhkan radang usus buntu. Obat yang seperti apa?

Pilihan obat untuk meredakan gejala usus buntu

Peradangan infeksi pada usus buntu akan menimbulkan rasa nyeri di bagian tengah atau di sisi kanan perut. Keluhan sakit perut di kanan bawah dilaporkan oleh sekitar 80 persen orang yang didiagnosis radang usus buntu. Rasa sakitnya umumnya jadi lebih buruk saat bersin, batuk, dan menarik napas dalam. 

Tanda dan gejala lain dari usus buntu adalah demam, mual, muntah, diare, kurang nafsu makan, dan tidak bisa buang gas (kentut). 

Untuk mengatasi berbagai gejala usus buntu yang masih ringan, dokter biasanya akan lebih dulu meresepkan obat:

1. Obat antinyeri

Dokter dapat menyarankan obat analgesik atau obat antinyeri NSAID seperti paracetamol untuk menyembuhkan rasa sakit akibat peradangan.

Dua jenis obat ini bekerja mengurangi produksi prostaglandin di otak. Prostaglandin merupakan hormon yang menyebabkan rasa sakit. 

Selain meredakan nyeri perut akibat usus buntu, obat ini juga dapat meredakan demam yang mungkin muncul saat tubuh melawan infeksi. Obat antinyeri umumnya bisa Anda dapatkan di apotek atau toko obat tanpa menebus resep dokter.

2. Obat antimual

Sering kali gejala usus buntu disertai dengan mual dan muntah. Mual dan muntah adalah respon alami tubuh selama melawan infeksi yang menyerang sistem pencernaan. 

Baca Juga :  Wajib Coba! Tips Diet yang Sehat

Salah satu jenis obat antimual yang biasa diresepkan untuk meredakan gejala usus buntu sebelum operasi adalah ondansetron.

Obat ini bekerja menghambat reseptor neurotransmitter yang menyebabkan muntah. Neurotransmitter adalah kumpulan sel saraf di otak yang menerima sinyal dari berbagai lokasi tubuh untuk kemudian memunculkan reaksi yang sesuai.

Ketika neurotransmitter di otak menerima sinyal dari perut yang memberi tahu adanya infeksi, saraf-saraf tersebut kemudian akan memerintahkan tubuh untuk muntah. 

3. Oralit

Peradangan usus buntu juga kerap menyebabkan dehidrasi pada beberapa orang.

Dehidrasi muncul karena infeksi yang menyerang usus buntu secara tidak langsung akan menurunkan nafsu makan. Hal ini dapat memicu gejala dehidrasi karena tubuh tidak cukup mendapatkan asupan cairan, baik dari makanan atau minuman, saat nafsu makan menurun.  

Selain itu, radang usus buntu juga dapat menyebabkan gejala mual dan muntah yang menghilangkan sebagian besar cairan tubuh. Inilah yang juga menyebabkan dehidrasi.

Pada kebanyakan kasus, dehidrasi bisa diatasi dengan banyak minum air putih, jus buah segar tanpa gula, atau kuah sup hangat. Namun jika sudah parah, dokter dapat menyarankan Anda minum oralit. Larutan oralit bisa Anda dapatkan di apotek tanpa harus menebus resep dokter.

Apakah antibiotik bisa mengobati usus buntu?

Menurut penelitian dari Inggris terbitan British Medical Journal (BMJ), obat antibiotik efektif mengobati sekitar 63% kasus radang usus buntu akut taraf ringan yang disebabkan oleh infeksi bakteri. 

Namun, penelitian yang diterbitkan di Journal of the American Medical Association (JAMA) melaporkan tidak semua penyakit usus buntu bisa diobati dan langsung sembuh hanya dengan obat antibiotik.

Baca Juga :  Tips Olahraga Penurun Berat Badan

Penelitian dari JAMA itu ingin melihat perbedaan perbaikan kondisi dari pasien usus buntu yang dioperasi dan yang hanya diberikan obat antibiotik. Dari total 59 ribu pasien usus buntu yang diteliti, sebanyak 4,5%-nya yang cuma minum antibiotik cenderung kembali merasakan gejala sehingga harus kembali diopname di rumah sakit. 

Penelitian ini juga menemukan bahwa risiko pembentukan abses (benjolan nanah) pada pasien usus buntu yang hanya minum obat antibiotik lebih tinggi ketimbang yang dioperasi.

Berangkat dari hasil tersebut, rata-rata dokter dan pakar kesehatan di dunia sepakat bahwa operasi masih menjadi pilihan pengobatan utama dan terbaik untuk usus buntu.

Penggunaan antibiotik saja untuk mengobati radang usus buntu tanpa operasi sejauh ini sebetulnya masih menjadi kontroversi. Namun…

Antibiotik diresepkan untuk mencegah infeksi sebelum operasi usus buntu

Pengobatan utama tetap harus lewat operasi untuk membuang usus buntu yang terinfeksi. Operasi appendektomi sudah menjadi standar pengobatan usus buntu sejak dari tahun 1889. 

Meski begitu, umumnya Anda akan diresepkan obat antibiotik beberapa hari menjelang operasi usus buntu. Kenapa?

Menurut sebuah penelitian dalam Scandinavian Journal of Surgery tahun 2013, obat antibiotik berfungsi untuk mengurangi risiko komplikasi infeksi sebelum operasi usus buntu.

Obat antibiotik yang diberikan sebelum operasi usus buntu umumnya berasal dari golongan sefalosporin seperti cefotaxime dan turunan obat imidazol seperti metronidazole. 

Penelitian di atas juga membandingkan keampuhan metronidazole dan gentamicin untuk mencegah risiko infeksi sebelum operasi. Namun ternyata, kombinasi cefotaxime dan metronidazole tetap masih lebih ampuh.

Baca Juga :  Minum Obat Diare Tak Boleh Sembarangan, Ini Aturannya

Kombinasi obat metronidazole dan cefotaxime biasanya diberikan pada pasien yang usus buntunya belum mengalami perforasi (perlubangan atau kebocoran).

Namun, obat antibiotik juga akan diberikan apabila kondisi usus buntu sebelum operasi sudah telanjur luka, bolong, pecah, atau jaringannya sudah mati. 

Kedua obat ini bertujuan untuk mencegah kemunculan dan penyebaran infeksi bakteri sebelum operasi usus buntu dilakukan.

Antibiotik akan diberikan lagi setelah operasi usus buntu selesai

Operasi adalah satu-satunya cara paling efektif untuk mengatasi radang usus buntu. Operasi usus buntu bisa dilakukan lewat operasi terbuka (open appendectomy) dengan sayatan besar di perut, atau operasi laparoskopi (appendectomy laparoscopic) yang ukuran sayatannya lebih kecil.

Pemulihan operasi usus buntu relatif cepat dan minim komplikasi risiko. Sesudah dioperasi, kemungkinan Anda akan diopname 1-2 hari. Nah di waktu inilah, dokter juga tetap masih terus meresepkan Anda antibiotik untuk menghindari risiko infeksi pada area usus buntu. Meski begitu, jenis antibiotik yang diberikan mungkin berbeda.

Obat antibiotik yang biasanya diberikan sehabis operasi usus buntu yang pecah berupa obat sefalosporin golongan dua seperti cefotetan. Obat ini berfungsi mengobati atau mencegah infeksi pascaoperasi yang rentan disebabkan oleh bakteri.

Dokter akan memasukkan obat antibiotik lewat infus intravena (IV) untuk mencegah infeksi serius pada rongga perut setelah mengeluarkan usus buntu Anda. Masih dalam penelitian yang sama, obat antibiotik yang diberikan lewat infus selama 3-5 hari saja sudah cukup untuk membantu mencegah kemunculan infeksi. 

The post Rekomendasi Obat Pereda Gejala Usus Buntu, dan Antibiotiknya untuk Cegah Risiko Infeksi appeared first on Hello Sehat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *